Hadapi Perang Iran Vs Israel, Menperin Siapkan Insentif Impor Bahan Baku Industri

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Liputan6.com, Jakarta - Situasi di Timur Tengah semakin memanas setelah Iran melancarkan serangan jawaban bentrok kepada Israel pada akhir pekan lalu. Eskalasi geopolitik di wilayah tersebut diwaspadai dapat berpengaruh terhadap Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memetakan terdapat tiga perihal nan terdampak eskalasi geopolitik ini yaitu peningkatan nilai energi, peningkatan biaya logistik, dan penguatan nilai tukar Dollar Amerika Serikat (USD).

Hal ini merupakan akibat nan kudu dihadapi oleh Indonesia sebagai bagian dari perekonomian dan supply chain global.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, pemerintah telah menganalisa dan menyiapkan smart policy untuk memitigasi pengaruh terhadap sektor manufaktur di dalam negeri. Kemenperin juga bakal segera melakukan koordinasi dengan para pelaku industri.

“Saat ini, Kemenperin telah memetakan persoalan dan berupaya melakukan mitigasi solusi-solusi dalam rangka mengamankan sektor industri dari akibat bentrok nan tengah terjadi,” kata Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis, Kamis (18/4/2024).

Insentif Impor

Solusi nan dirumuskan Kemenperin meliputi penyiapan insentif impor bahan baku industri nan berasal dari Timur Tengah lantaran adanya kemungkinan terganggu suplai bahan baku bagi industri dalam negeri, terutama pada sektor industri kimia hulu nan mengimpor sebagian besar bahan baku dari area tersebut.

Relaksasi impor bahan baku tertentu juga dibutuhkan untuk kemudahan memperoleh bahan baku, mengingat negara-negara lain juga berkompetisi mendapatkan supplier pengganti untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya.

Selanjutnya, mempercepat langkah-langkah pendalaman, penguatan, maupun penyebaran struktur industri, nan bermaksud untuk segera meningkatkan program substitusi impor.

Hal ini perlu didukung dengan memperketat ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengantisipasi excess trade diversion dari negara lain ke Indonesia. Artinya, Kementerian/Lembaga kudu lebih disiplin dalam pengadaan shopping peralatan dan jasa dengan menggunakan Produk Dalam Negeri.

* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Kebijakan Harga Gas Bumi

Menperin menambahkan, saat ini juga merupakan momen nan tepat bagi sektor industri untuk mendapatkan kepastian keberlanjutan penerapan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Adanya akibat peningkatan nilai daya dapat berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing subsektor industri. Karenanya, kebijakan HGBT sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing produksi.

Kemenperin mengimbau peningkatan penggunaan mata duit lokal (Local Currency Transaction) untuk transaksi bilateral nan dilakukan oleh pelaku upaya di Indonesia dan negara mitra. Dengan kata lain, pengguna Indonesia dan pengguna mitra dapat bayar alias menerima pembayaran dalam mata duit lokal tanpa melalui mata duit dolar AS.

“Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama USD, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antar negara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar Rupiah,” jelas Menperin.

Sektor logistik

Selain itu, upaya memperbaiki performa sektor logistik untuk mendukung pertumbuhan sektor industri juga perlu ditempuh. Sepanjang triwulan I – 2024, terjadi peningkatan pada indeks biaya logistik bumi nan merupakan akibat dari bentrok Israel-Palestina.

Kenaikan biaya logistik nan semakin tinggi bakal tergantung pada ekskalasi bentrok nan mungkin terjadi selanjutnya. Sementara itu, saat ini Indonesia berada pada ranking ke-63 bumi dan ke-6 di ASEAN untuk Logistics Performance Index (LPI), jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Artinya, biaya dan waktu penanganan logistik di Indonesia jauh lebih mahal dan lama jika dibandingkan dengan negara-negara lain di bumi maupun di area ASEAN.

Catatan lain adalah rasio pinjaman produktif di Indonesia nan tetap lebih rendah dibandingkan pinjaman konsumtif juga menunjukkan perlunya mempermudah sektor industri untuk memperoleh kredit. Bila memandang kondisi di Tiongkok, angsuran lebih banyak mengalir ke sektor produksi dibandingkan ke konsumsi. Menperin berharap, rasio angsuran di Indonesia juga dapat bergeser dan didominasi oleh angsuran produksi, sehingga sektor industri bisa semakin berkembang.

Namun demikian, Agus meyakinkan bahwa kondisi saat ini tetap tenang dan terkontrol. “Pelaku upaya tidak perlu mengkhawatirkan kondisi tersebut. Indonesia mempunyai esensial ekonomi nan kuat dan Pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri,” pungkasnya.

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Sumber Bisnis LP6
Bisnis LP6