Liputan6.com, Jakarta - LRT Jabodebek saat ini tengah dihadapkan dengan sejumlah masalah. Mulai dari operasional rangkaian kereta nan terbatas hingga waktu tunggu alias headway kereta nan terlalu lama.
Di tengah kondisi itu, ada rencana untuk menerapkan tarif bergerak alias dynamic pricing LRT Jabodebek. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang penerapan tarif bergerak bisa menggeser penumpang LRT Jabodebek.
"Ya sekarang LRT (Jabodebek) nan kritikal itu adalah tarifnya. Tarifnya memang dia menyatakan belum keekonomian tapi jika kelak tarifnya disesuaikan dengan keekonomian efeknya konsumen bakal lari dari LRT (Jabodebek). Sehingga selain kelak sasaran penumpang nya tidak terpenuhi, juga sasaran untuk mengurangi kemacetan juga berkurang," ungkapnya saat ditemui di Hotel Grandhika, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Padahal, Tulus mendapat info menakjubkan ketika LRT Jabodebek beraksi penuh dan diminati masyarakat. Salah satu dampaknya terbukti mengurangi kemacetan di jalan tol nan searah dengan rute LRT Jabodebek.
Namun, dalam kondisi saat ini, Tulus menegaskan belum menjadi waktu nan tepat untuk memberlakukan tarif dinamis. Langkah tersebut baru bisa dilakukan jika LRT Jabodebek sudah menjadi solusi bagi masalah masyarakat.
"Belum, harusnya jika sudah diterapkan itu jika sudah menjawab kebutuhan nan ideal bagi konsumen," kata dia.
"Kalau sudah menerapkan tarif bergerak alias tarif nan mahal itu makin ditinggalkan konsumen, makin ga laku lantaran banyak opsi nan lain kan sebenarnya, ada Transjakarta, KRL alias nan paling ini lari ke sepeda motor," imbuh Tulus.
Alihkan Subsidi BBM
Lebih lanjut, Tulus meminta pemerintah dan operator LRT Jabodebek memperhatikan betul tingkat kepercayaan masyarakat, salah satunya lewat pemberlakuan tarif nan terjangkau. Hal ini dinilai bisa dipenuhi melalui pemberian subsidi.
"Ya menurut saya jika pemerintah konsen dan konsisten untuk mengurangi kemacetan ya mau ga mau kudu subsidi," ucapnya.
"Kan bisa dialihkan dari subsidi BBM misalnya kan jika BBM aja nan notabene pemakaian nya orang kaya disubsidi kok Rp 61 triliun, masa untuk public transportation tidak disubsidi," pungkas Tulus Abadi.
Tarif Dinamis LRT Jabodebek Masih Dibahas
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan tetap membahas mengenai penerapan tatif bergerak alias dynamic pricing pada moda LRT Jabodebek. Ada rencana jika pengenaan tarif bergerak ini dilakukan tahun depan.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menerangkan rencana tersebut tetap masuk dalam kajian. Utamanya dilihat dari aspek keterisian penumpang hingga trafik.
"Masih dibahas. Nanti tergantung kita punya pertimbangan juga sekarang kan kita pantau terus nih penumpangnya dan trafiknya," kata dia saat ditemui di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Perilaku Penumpang
Dia mengatakan, salah satu nan jadi perhatian adalan perilaku penumpang pengguna LRT Jabodebek. Kemudian, baru bisa ditentukan pola skema tarif nan tepat.
"Misalnya pagi dan sore peak juga penuh gitu kita bakal pantau perilaku transportasi agar bisa disesuaikan dengan skema tarif nan paling tepat. Selama ini kan muncul dynamic pricing kelak tergantung kajian akhir tahun," jelasnya.
Adita mengatakan, saat ini, LRT Jabodebek tetap mengoperasikan 8 rangkaian. Namun, Adita belum bisa memastikan kapan trainset LRT Jabodebek bakal ditambah.
"Kita lihat kelak ya, lantaran begitu masuk ke maintenance cycle-nya kan mesti dihitung lagi, kita minta bisa nambah hanya tergantung sama cycle-nya nanti," kata pejabat Kemenhub itu.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.