Kopi Luwak Kapak Prabu Penjaga Ekosistem Binaan Pertamina

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Liputan6.com, Jakarta Mempertahankan kelestarian lingkungan bisa dilakukan dengan beragam cara, Salah satunya lewat produksi kopi luwak nan dilakukan Kelompok Tani Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu), di Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Melawan stigma kopi kuwak merupakan produk nan menyiksa hewan, golongan Kapak Prabhu justru memelihara luwat dengan membiarkannya liar do alam bebas, apalagi golongan tersebut membeli luwak hasil tangkapan penduduk untuk di lepas kembali ke habitatnya.

Ketua Kelompok Tani Kapak Prabu, Rindoni mengatakan, dalam menghasilkan kopi luwak golongan Kapak Prabu kudu mencari biji kopi nan telah dimakan luwak liar di area kebun kopi jenis Liberika seluas 27 hektare.

"Luwak di sini liar jadi memang dibiarkan di habitatnya, kami tidak memelihara dengan sengaja luwak-luwak itu," kata Rindoni, saat berbincang dengan Liputan6.com, dikutip, Selasa (21/11/2023).

Menurut Rindoni kebun kopi tersebut sengaja dijadikan area kediaman luwak liar di tengah pembangunan nan membikin lahan perkebunan semakin berkurang lantaran pembangunan. Pasalnya, luwak merupakan hewan sensitif, jika tidak dijaga habitatnya makan bakal berkurang jumlahnya.

"Kita jaga tempat mereka seperti pohon bambu dan pohonya, tantangannya jika kita tidak jaga kelestariannya bakal habis," tutur Rindoni.

Dengan hanya mengandalkan biji kopi nan dimakan luwak liar maka kopi luwak nan dihasilkan pun terbatas, dalam satu bulan Rindoni dan kelompoknya hanya bisa menghasilkan 5 kg kopi luwak dengan nilai rata-rata Rp 4 juta per kg.

Tak hanya mengandalkan kopi luwak, Keompok Kapan Prabu juga memproduksi kopi liberika. Tanaman kopi nan berasal dari Jember Jawa Timur tersebut dibawa Rindoni pada 1997 ditanam sebagai tumpang sari di tengah perkebunan karet.

Kopi tersebut pun sekarang menjadi lebih terkenal dan tumpuan hasil perkebunan, apalagi menjadi bukti penghasil kopi di Kalimantan Timur. Hingga tahun 2022, Kapak Prabu telah menanam 29.000 bibit Kopi Liberika di atas lahan seluas 30 hektar. Selain milik Rindoni, area tanah tersebut dikelola oleh 34 petani golongan Kapak Prabu lainnya

Pertamina Turun Tangan

Salah satu anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), ialah PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur Daerah Operasi Bagian Utara (PHKT-DOBU) terus konsisten melakukan penemuan dan pengembangan Kapak Prabu sebagai salah satu program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) alias CSR perusahaan.

Kapak Prabu merupakan program budi daya Kopi Liberika dan Kopi Luwak nan berlokasi di Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Sejak tahun 2020, program Kapak Prabu terus dikembangkan hingga sekarang menjadi kampung ekologi.

Head of Communication, Relations, & CID (CRC) PHKT Zona 10 Dharma Saputra menuturkan bahwa konsep kampung ekologi ini diharapkan dapat memberikan akibat sosial dan ekonomi nan lebih luas.

“Konsep kampung ekologi kita usung agar masyarakat tidak hanya dapat menikmati hasil alias produk Kopi Liberika dan Kopi Luwak saja, tapi juga bisa mempelajari pengetahuan dari mulai tata langkah pembibitan hingga penyajian kopi, termasuk juga di dalamnya langkah melakukan konservasi luwak, lebah kelulut, dan lainnya. Tentunya, semua proses tersebut dilakukan dengan mengedepankan prinsip ramah lingkungan,” jelasnya. Dalam perjalanan mewujudkan kampung ekologi, PHKT terus memberikan pendampingan dan pengembangan kepada Kapak Prabu. Tidak hanya di bagian kopi, bakal tetapi juga penerapan teknologi ramah lingkungan, konservasi, hingga wisata.

Manager Communication Relations & CID PHI, Dony Indrawan menyatakan bahwa PHI dan seluruh anak perusahaan dan afiliasinya berkomitmen untuk terus meningkatkan kapabilitas serta kemandirian seluruh mitra binaan. Hal ini dibuktikan dengan terus dilakukannya upaya pendampingan serta support berupa pengembangan kapabilitas moril maupun materil kepada mitra binaan.

"Kami memilih strategi community development, dimana pengembangan kelembagaan golongan merupakan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakaat mitra bimbingan secara berkelanjutan. Kami terus menjalin obrolan dan kerja sama mengenai pengembangan program Kapak Prabu agar kebermanfaatannya dapat dirasakan secara luas di masyarakat," ujarnya.

PHI melalui PHKT terus menjalankan beragam program CSR nan mendukung pengembangan dan kemandirian masyarakat, selaras dengan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkepanjangan alias Sustainable Development Goals (SDGs).

“Selain pendampingan, kami juga memberikan support berupa perangkat pemanggang kopi (coffee roaster) dan memasang solar panel di rumah produksi kopi sebagai bagian dari komitmen kami dalam mengusung aktivitas ekonomi nan inovatif dan mendukung green energy, “ imbuh Dony.

Nilai Tambah Ekonomi

Selama Program Kapak Prabu berjalan, program ini tidak hanya bisa menghasilkan nilai tambah ekonomi saja, namun juga bisa memberikan kontribusi terhadap serapan karbon sebesar 266,5 ton CO2 dan pelepasan 416 ton gas O² equivalent melalui program pelestarian lingkungan nan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Perjalanan Program Kapak Prabu dimulai dari kerja sama antara Terminal Santan PHKT nan memberikan support pupuk kompos hasil biogreening kepada Kelompok Petani Kopi Desa Prangat Baru. Biogreening sendiri merupakan fabrikasi sisa bahan baku limbah dapur non B3 nan diperoleh dari katering Terminal Santan.

Kerja sama tersebut bersambung hingga pengembangan budi daya Kopi Liberika dan Kopi Luwak satu-satunya di Kalimantan Timur. Seiring berjalannya waktu, potensi Kapak Prabu ini bertumbuh menjadi kampung ekowisata ditandai dengan dibentuknya golongan sadar wisata (Pokdarwis) Desa Prangat Baru.

Sejak dicetuskannya program Kapak Prabu, pola pikir masyarakat sekitar terhadap keberadaan hewan luwak secara perlahan mengalami perubahan. Awalnya masyarakat setempat selalu menganggap luwak sebagai (benih)penyakit pemakan ternak ayam milik warga.

“Dengan adanya pengembangan Kapak Prabu menjadi kampung ekologi, paradigma masyarakat terhadap luwak juga telah berubah. Kini masyarakat percaya bahwa luwak kudu dilindungi kelestariannya, lantaran menghasilkan hubungan nan mutual sekaligus nilai ekonomi tinggi dari biji kopi nan dimakannya,“ tutup Dony.

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Sumber Bisnis LP6
Bisnis LP6