Liputan6.com, Jakarta Fenomena El Nino telah memicu beragam akibat pada kesiapan dan nilai pangan global nan paling populer, di antaranya harga beras, jagung, dan gula.
Meski terjadi halangan dari El Nino, India menutup keran ekspor beras basmati untuk menjaga kesiapan domestik, mendorong negara importir untuk mengganti pemasok mereka.
Tak hanya beras, El Nino juga menimbulkan halangan pada panen di India dan Thailand, eksportir gula terbesar kedua dan ketiga di dunia.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan penurunan produksi gula dunia bakal mencapai 2 persen pada musim 2023-2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Angka ini menandai penurunan sekitar 3,5 juta metrik ton, kata Fabio Palmeri, analis pasar komoditas dunia FAO.
Dengan musim kekeringan El Nino nan diprediksi tetap bakal memperkuat hingga Februari 2024, harga-harga pangan dunia sekarang menjadi pantauan masyarakat luas.
Harga Beras Dunia
Melansir laman Indeks Pasar Agrikultur Bloomberg, Selasa (21/11/2023) nilai beras mentah dunia sekarang berada di USD 17,36 per 100 pon, turun 0,23 persen. Sementara menurut Nasdaq, nilai beras mentah dipatok USD 17,395.
Di Indonesia sendiri, nilai beras medium di pasaran rata-rata telah melampaui nilai referensi penjualan (HAP) nan ditetapkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 7 Tahun 2023 sebesar Rp 10.900 per kilogram-Rp 11.800 per kilogram.
Kemudian untuk nilai jagung naik 0,05 persen menjadi USD 487,75 per gantang, dan gandum USD 574,75 per gantang.
Kenaikan tertinggi terjadi pada gula hingga 1,40 persen menjadi USD 27,56 per kilo. Adapun harga pangan dari kacang kedelai nan naik 1,24 persen menjadi USD 448.80 per 1000 kilogram.
Harga Beras Mahal dan Cabai Makin Pedas, Ternyata Ini Biang Keroknya
Harga beras di pasaran disebut tetap dalam kondisi nan cukup mahal. Di sisi lain, ada harga cabai yang juga semakin 'pedas' bagi kantung pembeli.
Mengutip Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) nilai rata-rata beras premium sebesar Rp 15.000 per kilogram. Namun, di beberapa wilayah sepert Sumatera Barat bisa tembus hingga Rp 20.000 per kg.
Sementara itu harga beras medium bertengger pada rata-rata nilai Rp 13.250 per kilogram. Harga tertinggi ada di beberapa provinsi dengan patokan Rp 14.000.
Sementara itu, nilai cabe makin pedas di banyak wilayah termasik Jakarta. Di Kota Jakarta Barat, Majalengka, dan beberapa daerh lain menapai Rp 100.000 per kilogram, nilai nan sama nan bertindak di awal pekan ini. Sementara itu, nilai cabe rawit merah tembus Rp 120.000 per kg di Kabupaten Bangka Barat.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan, penyebab kenaikan nilai jad imbas dari angin besar El Nino. Utamanya, pada aspek menurunnya jumlah produksi.
"Kenaikan nilai terjadi lebih banyak lantaran kesiapan nan terbatas. Ketersediaan dipengaruhu oleh proses produksi nan terhambat," kata dia kepada Liputan6.com, Sabtu (18/11/2023).
Said mencatat, angin besar kering El Nino nan menerjang Indonesia jadi biang kerok utama. Pasalnya, banyak sawah padi alias kebun cabai yang tak terjamah dengan akses air.
"Pada wilayah nan pengairannya semi teknis alias apalagi tadah hujan, para petank berakhir menanam. Jika pun ada nan menanam, gagal," tegasnya.
Kapan Bisa Turun?
Lebih lanjut, Said membuka kesempatan nilai beras dan nilai cabe ini bisa menurun. Terutama ketika produksi keduanya bisa membanjiri pasaran.
Di sisi lain, ada tantangan dalam pemenuhan stok beras. Pads konteks produksi lokal, dihadapkan dengan waktu tanam nan mundur.
"Untuk produksi dalam negeri, dengan El Nino ini Musim tanam mengalami kemunduran. Artinya pemenuhan kesiapan dri dalam bakal mini walaupun sebagian wilayah bisa produksi," ungkapnya.
Sementara itu, untuk melakukan impor pun menemui tantangan. Seperti negara-negara penghasil beras nan menahan suplainya.
"Di sisi lain, impor ini juga perlu dilakukan dengan jeli jangan sampai mengganggu pendapatan petani. Saat ini nilai gabah di tingkat petani cukup tinggi, artinya pendapat mereka naik. Jangan sampai impor menyebabkan pendapatan mereka terjun bebas," pungkas Said Abdullah.
Kata Jokowi
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya ke SMK 1 Purwakarta menyampaikan bahwa tingginya nilai cabe saat ini berkarakter musiman dan diyakini bakal turun seiring perubahan musim.
"Kalau nan naik tinggi memang cabai, tapi ini kan musiman. Kalau musimnya seperti ini pasti (naik). Tapi nan lain-lain saya lihat bawang merah, bawang putih, telur, dalam kondisi stabil," ujar Presiden Jokowi dikutip dari keterangan tertulis Kementan, Selasa (14/11/2023).
Tanggap terhadap kenaikan nilai cabai, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman telah merencanakan program Kampung Cabai, dengan tujuan memunculkan sentra-sentra baru disetiap kabupaten, serta program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) untuk mendorong masyarakat menanam cabe di pekarangan rumah mereka, dengan bibit unggul nan disediakan secara gratis.
Jika perihal ini dilakukan oleh setiap rumah tangga, maka diyakini bisa memperkuat ketahanan ekonomi keluarga.
Imbas Kekeringan
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, mengidentifikasi kenaikan nilai cabe sebagai akibat dari anomali cuaca nan mengakibatkan kekeringan belakangan ini.
Untuk mengatasinya, Kementan telah mengambil langkah-langkah, diantaranya pengedaran pasokan dari wilayah surplus produksi ke wilayah nan kekurangan, serta program pompa sumur dalam.
"Sesuai pengarahan Pak Menteri, saat ini kami telah mennyiapkan langkah-langkah, termasuk pengedaran mobilisasi peralatan dari wilayah surplus produksi ke wilayah nan kekurangan dan menambahkan support program pompa sumur dalam sehingga ke depannya masalah ini bisa teratasi. Kami juga telah menerjunkan tim perlindungan, pemasaran, dan perbenihan untuk melakukan aktivitas pengendalian, mengadakan pasar murah, serta pembagian bibit cabe untuk ditanam di dalam pot," ujar Prihasto.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.