Liputan6.com, Jakarta - Dalam persidangan antimonopoli baru-baru ini nan melibatkan Google dan Epic Games, terungkap bahwa Google menjalankan strategi unik untuk mempertahankan dominasinya di pasar Android, khususnya melalui kemitraannya dengan Samsung, Produsen Peralatan Asli (OEM) Android terbesar.
Berdasarkan laporan Bloomberg, dikutip dari GizmoChina, Jumat (17/11/2023), Google bayar USD 8 miliar alias setara Rp 124,6 triliun pada Samsung selama empat tahun. Tujuannya agar jasa utamanya seperti Google Search, Google Assistant, dan Google Play Store tetap menjadi pilihan default pada perangkat Samsung Galaxy.
Tindakan ini merupakan bagian dari upaya Google untuk mengokohkan kehadirannya di ekosistem Android dan mencegah OEM mempromosikan jasa pesaing. Contohnya, meskipun Samsung mempunyai asisten bunyi Bixby dan Galaxy Store, Google mau memastikan jasa Google Assistant dan Google Play tetap menjadi pilihan utama.
Vice President for Partnerships Google James Kolotouros menyatakan bahwa kontribusi Samsung menyumbang lebih dari separuh pendapatan Google Play Store. Hal ini menekankan peran krusial perangkat Samsung dalam ekosistem Google.
Kemitraan ini merupakan bagian dari Project Banyan, inisiatif Google untuk menjaga dominasinya di perangkat Android. Selain menetapkan kelebihan aplikasinya, Google juga berbagi pendapatan iklan dan memberikan insentif kepada OEM.
Pada 2020, Google mengusulkan biaya USD 2,9 miliar, nan kemudian meningkat menjadi USD 4,5 miliar pada 2023 untuk memastikan kesiapan Google Search, Google Play, dan aplikasi krusial di beragam perangkat.
Selain itu, perjanjian dengan Samsung awalnya mencakup rencana untuk mencegah Galaxy Store muncul di layar beranda, meskipun rencana ini akhirnya dibatalkan.
Strategi ini sebagian respons terhadap persaingan dengan Apple, pasalnya Google berupaya meningkatkan pengalaman Android demi menarik pengguna potensial iPhone.
Google Tawari Epic Games Rp 2,3 Triliun agar Fortnite Ada di Play Store
Di persidangan nan sama, Google mengungkapkan mereka pernah menawarkan kesepakatan senilai USD 147 juta (sekitar Rp 2,3 triliun) ke Epic Games. Informasi ini diungkap di sebuah persidangan. Tawaran tersebut diberikan agar game Fortnite dapat diluncurkan di Google Play Store untuk perangkat Android.
Wakil Presiden Kemitraan Play Google, Purnima Kochikar, menyatakan kesepakatan tersebut telah disetujui dan diajukan kepada Epic, namun tidak diterima.
Kesepakatan itu melibatkan pemberian pendanaan tambahan selama tiga tahun hingga 2021 kepada Epic, sebagai upaya untuk mencegah aplikasi terkenal seperti Fortnite lepas dari toko resmi Android dan menghindari biaya pembelian dalam aplikasi Google.
Epic sebelumnya meluncurkan Fortnite di Android pada 2018 melalui situs web mereka sendiri. Akan tetapi, game tersebut didepak dari Play Store lantaran menjual mata duit dalam game, V-Bucks, tanpa bayar komisi ke Google.
Meskipun demikian, pada 2020, Epic mengakui keputusan awal tersebut merugikan mereka terutama lantaran masalah keamanan dan aspek lainnya.
Khawatir Risiko Keamanan
Di tahun sama, Epic melayangkan gugatan antimonopoli dengan klaim keputusan awal perusahaan membikin Google cemas bakal ‘risiko penularan’.
Dokumen internal Google diungkapkan di pengadilan menunjukkan kekhawatiran developer game lain dapat mengikuti langkah Epic, mengakibatkan kerugian pendapatan besar bagi Google.
Diwartakan The Verge, Minggu (12/11/2023), Google disebutkan mencoba mencegahnya dengan menawarkan faedah unik alias membeli Epic.
Google berpendapat, kekhawatiran mereka adalah kehilangan game dari Play Store. Mereka mau para developer memilih Play Store sebagai platform pengedaran utama.
Epic menggunakan kesepakatan ditawarkan oleh Google sebagai argumen, Google berupaya mempertahankan monopoli Play Store nan melanggar hukum.
Meskipun kesepakatan tersebut tidak membuktikan perihal tersebut, pandangan ini memberikan wawasan menarik tentang langkah Google memandang bisnis game mobile mereka.
Apple Tolak Permintaan Google Search untuk Jadi Aplikasi Bawaan iPhone
Sebelumnya, pada 2018, CEO Google Sundar Pichai mengusulkan kepada CEO Apple Tim Cook untuk menyertakan aplikasi Google Search secara otomatis di unit iPhone baru.
Meskipun Pichai menyampaikan perihal ini dapat meningkatkan trafik ke Google dan mendatangkan lebih banyak pendapatan bagi Apple, Cook akhirnya tidak menerima buahpikiran tersebut.
Pertukaran buahpikiran ini terungkap dalam konteks gugatan antitrust yang sedang dihadapi Google dari Departemen Kehakiman AS, demikian diungkap The Verge, dikutip Kamis (2/11/2023).
Pichai berupaya meyakinkan Cook bahwa dengan aplikasi Google Search yang dibenamkan di semua unit iPhone dapat membikin pengguna untuk lebih sering menggunakan pencarian Google di iPhone.
Namun, Apple tidak pernah menyertakan aplikasi pihak ketiga nan sudah terpasang sebelumnya pada iPhone. Maka dari itu, Google Search hanya bakal aktif di Safari, alias pengguna kudu mengunduhnya sendiri.
Meskipun Google telah bayar sejumlah duit kepada Apple untuk menjadi mesin pencari default di perangkatnya, pangsa pendapatan Apple dari kesepakatan ini turun pada tahun 2018.
Pichai menyarankan untuk membangun aplikasi pencarian Google unik untuk iOS, tetapi Cook tidak menerima usulan tersebut.
Percakapan antara Pichai dan Cook ini menjadi sorotan dalam persidangan antitrust. Departemen Kehakiman AS menargetkan perjanjian pengecualian antara Google dan perusahaan seperti Apple.
Gugatan ini mencoba menentukan apakah Google mempunyai monopoli pencarian nan mempengaruhi persaingan sistem mesin pencarian.
Jika gugatan berhasil, kesepakatan antara Apple dan Google dapat dibatalkan, memungkinkan pengaturan mesin pencari tambahan pada perangkat Apple. Saat ini, Google tetap menjadi opsi mesin pencari default di semua perangkat Apple.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.