Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut pengelolaan biaya dari daya baru terbarukan (EBT) tetap di bawah Kementerian Keuangan. Menyusul, ada usulan dari DPR untuk pengelolaan biaya EBT berada di bawah badan khusus.
Arifin menjelaskan, mengenai badan pengelola biaya daya baru/energi terbarukan (EBET), ada dalam pasal 56 ayat 4, DIM 515. Dana EBET dikelola oleh Menteri Keuangan.
Namun, pada pembahasan dalam Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPR RI, 7-8 November diusulkan adanya pengelolaan biaya EBET dilakukan oleh badan unik pengelola daya terbarukan.
"Posisi pemerintah, usulan pemerintah, pemerintah mengusulkan biaya EBET dikelola oleh Menkeu dengan menambahkan frasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tuturnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Ini sejalan dengan pembahasan mengenau penggunaan biaya EBET, nan tertuang dalam pasal 56 ayat 3, DIM 508-514. Pada bagian ini, DPR mengusulkan untuk mengatur rincian peruntukan biaya EBET dalam batang tubuh pasal antara lain untuk pembiayaan infrastruktur, pembiayaan insentif.
Kemudian, itu juga diarahkan untuk kompensasi badan upaya nan mengembangkan EBET, peran litbang, kemudian peningkatan kapabilitas dan kualitas SDM, dan subsidi nilai EBET nan belum dapat bersaing dengan daya fosil.
"Pemerintah mengusulkan dan telah kami sampaikan pada panja tanggal 7 sampai 8 November nan lalu, penggunaan biaya EBET dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, adapun rincian peruntukan biaya EBET dicantumkan dalam bagian penjelasan," bebernya.
"Ketentuan lebih lanjut dari pasal 56 ayat 5, DIM 516 diatur dalam PP. Kami sesuai dengan usulan DPR-RI," sambung Arifin.
Badan Khusus EBT
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI mengusulkan adanya badan unik untuk mengelola Energi Baru Terbarukan (EBT). Menanggapi itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengaku tak sepakat.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Arifin menuturkan dalam forum panitia kerja Rancangan Undang-Undang Energi Baru/Energi Terbarukan (RUU EBET) pada 7-8 November 2023, DPR meminta adanya badan unik tersebut.
Namun, Arifin menerangkan, berasas peraturan presiden nomor 97 tahun 2021 tentang Kementerian ESDM, penyelenggaraan kebijakan EBET merupakan kegunaan dari Kementerian ESDM. Badan unik di daya terbarukan, kata dia sudah ada di sektor sawit dan lingkungan hidup.
"Untuk pengelolaan biaya unik untuk nan bersumer dari daya terbarukan, ya saat ini sudah dibentuk BPDPKS dan juga BPDLH untuk sawit dan juga untuk biaya lingkungan hidup," tuturnya dalam Raker dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Arifin menegaskan posisinya. Dia menilai, konsentrasi pemerintah saat ini adalah untuk memberikan penyederhanaan birokrasi. Hal ini bisa dibilang jika pembentukan badan unik lainnya malah bakal memperpanjang alur birokrasi.
Penyederhanaan Birokrasi
Dia menjelaskan, penyederhanaan birokrasi dan penataan kelembagaan merupakan bagian dari reformasi birokrasi nan menjadi pengarahan Presiden RI. Kemudian, penyederhanaan birokrasi dilakukan untuk menciptakan birokrasi nan lebih dinamis, sehingga mempercepat sistem kerja dengan proses upaya nan lebih sederhana.
"Tanggapan pemerintah atas usulan DPR RI, ya memperhatikan pengarahan Presiden RI untuk melaksanakan penyederhanaan birokrasi dan penataan kelembagaan, serta izin eksisting nan telah mengatur kewenangan penyelenggaraan kebijakan daya baru dan terbarukan oleh Kementerian ESDM," kata dia.
"Pemerintah mengusulkan untuk tidak mengatur petunjuk pembentukan badan unik pengelola daya terbarukan nan baru dalam RUU EBET," imbuh Arifin Tasrif.
Mekanisme Power Wheeling
Diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan sistem penggunaan transmisi listrik milik PLN untuk kepentingan pengedaran listrik hijau dari perusahaan swasta. Mekanisme ini disebut sebagai power wheeling.
Skema power wheeling ini memungkinkan perusahaan swasta nan mempunyai pembangkit daya baru terbarukan (EBT) untuk mendistribusikan listriknya lewat transmisi milik PLN. Skema nan bertindak adalah skema sewa jaringan pengedaran dan transmisi.
"Keharusan pemegang wilayah upaya (wilus) untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik nan berasal dari EBET; sistem jika pemegang wilus tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen dapat: diberikan pasokan listrik melalui point to point, kerja sama pemanfaatan (sewa) aset pembangkit, alias PJBL (perjanjian jual beli listrik) dengan pemegang wilus lainnya," tutur Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Mekanisme nan dimaksud tadi dilakukan melalui upaya transmisi dan/atau pengedaran nan juga disebut sebagai power wheeling. Arifin menegaskan, untuk power wheeling ini diharuskan dibukanya akses penyaluran listrik dari pembangkit daya baru dan daya terbarukan (EBET).
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.